The Devil is in The Detail: Aroma patgulipat izin Toba Pulp Lestari
Analisis lebih dalam terhadap tutupan kebun kayu eksisting, terdapat 5.163 hektare yang berada di luar area izin terbaru namun masih di dalam agregat izin TPL. Namun, terdapat juga kebun kayu seluas 3.990 hektare yang sama sekali di luar agregat izin TPL. Dari kebun kayu di luar agregat izin ini, 1.215 berada di dalam kawasan hutan.
SIARAN PERS
Aroma patgulipat izin dan kebun kayu PT Toba Pulp Lestari di Sumatera Utara
Jakarta, 20 Juni 2023–Hampir 40 tahun beroperasi, izin PT Toba Pulp Lestari (TPL)—sebelumnya bernama PT Inti Indorayon Utama, mengalami setidaknya sembilan kali revisi. Tapi, revisi demi revisi tampak mengistimewakan TPL, sehingga memunculkan aroma adanya patgulipat dari serangkaian revisi izin tersebut.
Itulah sebagian kesimpulan dari laporan berjudul The Devil is in the Detail: Aroma patgulipat izin Toba Pulp Lestari yang dirilis Koalisi Indonesia Memantau pada 20 Juni 2023. Koalisi ini merupakan kolaborasi fleksibel masyarakat sipil yang dalam laporan ini terdiri Auriga Nusantara, KSPPM Parapat, AMAN Tano Batak, HAKI Sumsel, YMKL, LPESM Riau, dan Green of Borneo (GOB).
Laporan tersebut disusun dengan menganalisis setiap izin revisi yang kemudian ditampalkan (overlay) dengan berbagai peta terkait, seperti kawasan hutan, penutupan lahan, dan tutupan kebun kayu tahun demi tahun.
Meski pada izin terbaru (2020) luas konsesi TPL adalah 167.912 hektare, namun secara agregat izin korporasi ini mencakup areal seluas 291.263 hektare. Dari angka luas ini seolah izin terbaru merupakan penciutan dari lahan yang lebih luas sebelumnya, tapi bila ditilik lebih dalam dalam rentetan revisi izin tersebut ada area-area baru yang dimasukkan dalam izin revisi.
Izin TPL saat ini merupakan konsesi kebun kayu, atau dalam terminologi pemerintah disebut hutan tanaman. Tapi, patut dicatat bahwa izin awal koporasi ini, saat itu bernama PT Inti Indorayon Utama, adalah hak pengusahaan hutan (HPH) atau selective logging. HPH hanya dibolehkan menebang secara terbatas pohon-pohon masak tebang, kemudian diwajibkan menanam ulang atau memperkaya vegetasi di area bekas tebangannya. Kewajiban ini tidak dibebankan kepada TPL, tapi malah diberi izin menghabiskan seluruh vegetasi (land clearing) untuk kemudian menanaminya dengan kebun kayu monokultur demi memasok industri pulp yang juga dimiliki oleh pemilik yang sama dengan PT TPL.
Pengendali mutlak (ultimate beneficial owner) TPL adalah Sukanto Tanoto. Dia juga mengendalikan grup usaha Royal Golden Eagle (RGE), yang di dalamnya terdapat beragam grup: produsen pulp Asia Pacific Resources International Holding Ltd (APRIL); pabrik pulp Asia Pacific Rayon (APR) di Riau; perkebunan dan industri pulp Bracell di Brazil; industri viscose (untuk tekstil) Sateri di China; industri dan produk turunan sawit Apical di Indonesia, China, dan Spanyol; industri pulp Asia Symbol di China, dan korporasi energi Pacific Energy di Indonesia, China, dan Kanada; dan perusahaan sawit Asian Agri. Namun, sebagaimana terlihat dalam situs RGE, TPL tidak termasuk di dalamnya.
Menariknya, pada izin terbaru TPL terdapat area yang bukan hutan produksi, yakni dalam Area Penggunaan Lain (APL) seluas 22.033 hektare. Di dalam APL ini terdeteksi kebun kayu seluas 2.360 hektare. Izin tersebut juga sebagian berada dalam Hutan Lindung, yakni seluas 11.232 hektare, yang mana terdapat kebun kayu seluas 3.660 hektare di dalamnya.
Analisis lebih dalam terhadap tutupan kebun kayu eksisting, terdapat 5.163 hektare yang berada di luar area izin terbaru namun masih di dalam agregat izin TPL. Namun, terdapat juga kebun kayu seluas 3.990 hektare yang sama sekali di luar agregat izin TPL. Dari kebun kayu di luar agregat izin ini, 1.215 berada di dalam kawasan hutan.
Terhadap temuan-temuan ini, Koalisi Indonesia Memantau menyampaikan sejumlah rekomendasi, yakni:
- Kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK):
- Melindungi tutupan hutan alam tersisa di Sumatera Utara,
- Melakukan penataan ulang terhadap izin PT Toba Pulp Lestari,
- Melakukan penertiban tehradap keberadaan kebun kayu yang berada di luar area izin PT Toba Pulp Lestari,
- Memimpin pemulihan terhadap areal yang rusak oleh pengembangan kebun kayu di dan sekitar izin PT Toba Pulp Lestari,
- Mengeluarkan izin PT Toba Pulp Lestari dari wilayah dan atau hutan adat masyarakat setempat,
- Menerbitkan izin pemanfaatan hasil hutan bukan bukan kayu (HHBK) bagi masyarakat setempat di dalam dan sekitar izin PT Toba Pulp Lestari.
- Kepada PT Toba Pulp Lestari:
- Tidak memperluas kebun kayu eksisting, apalagi mengkonversi hutan alam tersisa di dalam izin PT Toba Pulp Lestari,
- Meresolusi, termasuk membangun skema remedy, terhadap kebun-kebun yang yang berkonflik dengan masyarakat setempat,
- Menyesuaikan kapasitas industri pulp PT Toba Pulp Lestari dengan kemampuan pasokan kebun kayu yang clear & clean,
- Secara terbuka dan periodic menyampaikan ke publik area-area yang dikelola perusahaan, seperti Rencana Kerja Tahunan (RKT), Area Nilai Konservasi Tinggi (HCV), Area Stok Karbon Tinggi (HCS).
Lebih rinci dapat dilihat pada laporan tersebut di atas, yang dimuat di situs anggota-anggota Koalisi Indonesia Mamantau, seperti dalam website Auriga Nusantara https://auriga.or.id/flipbooks/report/id/92.
---------------------------
Narahubung:
- Hilman Afif, Auriga Nusantara, email: hilman@auriga.or.id
- Delima Silalahi, KSPPM (Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat),
email: pksppm@yahoo.com
- Jhontoni Tarihoran, AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) Wilayah Tano Batak,
email: pwaman.tanobatak@aman.or.id