Logo

EN | ID
  • Pembalak Anonim: Deforestasi di hutan tropis dan konflik sosial yang dipicu oleh PT Mayawana Persada di Kalimantan Barat (2024)

    Deforestasi Indonesia cenderung menurun. Namun, tidak demikian halnya di PT Mayawana Persada, sebuah konsesi kebun kayu di Kalimantan Barat. Pada 2021-2023 perusahaan ini terindikasi melakukan deforestasi seluas 33.000 hektare. Hutan ini banyak berada di gambut dan juga wilayah kelola masyarakat lokal. Laporan ini menyajikan segepok petunjuk keterkaitan Mayawana dengan Royal Golden Eagle, korporaasi yang dikendalikan Soekanto Tanoto.

  • Politically Exposed Person dalam jejaring biodiesel Indonesia (2024)

    Kebijakan biodiesel Indonesia dikritik dan diprotes sedemikian keras, terutama distribusi subsidinya yang hanya ke segelintir korporasi. Masyarakat sipil dan akademisi tak sekali dua memprotes. KPK pun pernah mengkajinya. Tapi, pemerintah bergeming. Auriga Nusantara, Satya Bumi, Sawit Watch, SPKS, Greenpeace, Walhi, Trend Asia, dalam Koalisi Transisi Bersih, mengidentifikasi sesiapa pejabat penyelenggara negara atau bekas penyelenggara negara--atau dikenal politically exposed person (PEP)--yang duduk di eksekutif perusahaan biodiesel. Dan menemukan banyak nama.

  • Merambah Rumah Gajah (2024)

    Konversi hutan menjadi sawit oleh Anglo Eastern Plantation dan perusahaan lainnya di Kawasan Seblat, Bengkulu

  • The Devil is in The Detail: Aroma patgulipat izin Toba Pulp Lestari (2023)

    Konflik agraria di Tano Batak antara masyarakat adat dan perusahaan pemilik konsesi hutan tanaman industri, PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Sumatera Utara, tak kunjung selesai. Perusahaan yang sebelumnya bernama Inti Indorayon Utama (IIU) ini, sejak awal telah ditolak oleh masyarakat. Selain berganti nama perusahaan, izin pun telah berkali-kali diadendum. Sampai tahun 2020, Izin TPL telah mengalami sembilan kali perubahan. Perubahan tersebut menyebabkan konsesi meluas hingga 269.060 hektar pada tahun 1992 dan menciut menjadi 113.340 hektar pada tahun 2005. Kemudian menjadi seluas 167.912 pada izin tahun 2020. Hasil analisis wilayah izin menemukan, pengurangan luas secara statistik tidak selalu mencerminkan pengurangan luas area kerja dan tanaman kayu di lapangan. Temuan ini kami sajikan pada laporan analisis detail izin PT Toba Pulp Lestari.

  • BABAT KALIMANTAN: Deforestasi di rantai pasok RGE Grup dan kaitan RGE dengan pabrik pulp baru di Kalimantan Utara (2023)

    Meski Royal Golden Eagle Group (RGE) telah berkomitmen menghapus deforestasi dari rantai pasokannya sejak Juni 2015, namun RGE dan penerima manfaat terakhirnya, Sukanto Tanoto, terus mendorong deforestasi melalui jaringan perusahaan di bawah kendalinya di Indonesia.

  • Badak Jawa di Ujung Tanduk: Langkah Mundur Konservasi di Ujung Kulon (2023)

    18 badak jawa menghilang dalam tiga tahun terakhir. Tiga bahkan telah ditemukan mati. Berbeda dengan kelahirannya yang selalu diglorfikasi, kehilangan ini tidak disampaikan ke publik sama sekali. Investigasi Auriga Nusantara selama beberapa bulan terakhir menemukan fakta-fakta lain yang mengkhawatirkan keberlangsungan badak jawa.

  • Kerentanan Korupsi Dalam Sistem Perizinan Perkebunan Sawit: Studi kasus di Provinsi Papua dan Papua Barat (2022)

    Perizinan sawit masih rawan dengan praktik korupsi, salah satunya karena rendahnya pengawasan terhadap izin yang telah diterbitkan. Hal ini berpotensi tingginya kerugian keuangan negara dalam tata kelola sawit, termasuk di Tanah Papua. Kajian ini mengidentifikasi berbagai persoalan yang berisiko korupsi dalam proses perizinan sawit di Tanah Papua. Namun, tak berhenti pada identifikasi dan perumusan masalah, kajian ini juga mengajukan serangkaian rekomendasi guna mengatasi persoalan-persoalan tersebut.

  • Desain Model Organisasi PPNS Kementerian ESDM (2022)

    Sumber daya alam Indonesia yang beragam dan melimpah mengandung konsekuensi yang berkaitan dengan pengelolaannya. Di dalam aspek ini terdapat pula, mau tidak mau, aspek pengendalian dan pengawasan.

  • Indonesia Tanah Air Siapa: Kuasa Korporasi di Bumi Pertiwi (2022)

    Lebih dari tujuh dekade Indonesia merdeka, alokasi sumber daya alam oleh pemerintah lebih banyak kepada korporasi, itu pun terpusat pada sekelompok kecil. Rezim berkali berganti, tapi model penguasaan sumber daya tidak berubah, diserahkan hampir sepenuhnya kepada korporasi. Laporan ini menganalisis penguasaan lahan berbasis alokasinya oleh pemerintah, yakni pada sektor kehutanan, perkebunan sawit, dan pertambangan. Terlihat jelas bahwa pemerintah selama ini kecanduan korporasi. Pengalokasian yang bersifat struktural, baik melalui pengaturan regulasi, penentuan kebijakan, hingga pemberian izin dan atau alokasi lahan berujung pada 95% penguasaan oleh korporasi. Padahal, tak susah mencari kalimat-kalimat manis pejabat pemerintah yang seolah berpihak pada rakyat.

  • Pertangggungjawaban Perdata Perusakan Spesies Dilindungi: Panduan Mengajukan Gugatan di Indonesia (2021)

    Gugatan perdata bisa jadi terobosan hukum lingkungan di Indonesia, termasuk untuk spesies yang terancam punah. Panduan ini menjelaskan bagaimana tuntutan hukum dapat digunakan untuk melindungi spesies yang dirugikan oleh tindakan perdagangan ilegal satwa dilindungi (IWT). Panduan ini menjelaskan bahaya perusakan, mengidentifikasi kompensasi yang semestinya diajukan dalam litigasi konservasi. Juga menampilkan ilustrasi kasus (yang sungguh terjadi) perdagangan ilegal orangutan di Kalimantan Barat.

  • Gugatan Perdata Lingkungan Hidup: respon baru terhadap perdagangan satwa liar ilegal di Indonesia (2021)

    Tulisan ringkas ini menonjolkan gugatan perdata sebagai terobosan dalam hukum lingkungan, termasuk perlindungan spesies terancam punah yang dirusak oleh perdagangan illegal satwa liar (illegal wildlife trade - IWT). Berbeda dengan pendekatan (pidana) tradisional yang menekankan hukuman terhadap pelaku perusakan spesies, gugatan perdata ini mengedepankan kompensasi terhadap kerusakan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang diakibatkan oleh IWT. Di banyak negara gugatan perdata lingkungan hidup telah banyak dipraktikkan, meski belum ada yang spesifik terhadap IWT.

  • Menatap ke Timur: Deforestasi dan Pelepasan Kawasan Hutan di Tanah Papua (2021)

    Laporan ini menyajikan data yang menunjukkan bahwa pada seluruh area pelepasan kawasan hutan untuk pembangunan kebun sawit masih terdapat tutupan hutan alam seluas 1.145.902 hektare. Hampir dua kali luas deforestasi Tanah Papua dua puluh tahun terakhir. Mengingat bahwa perusahaan (karena tidak ada pelepasan diberikan kepada masyarakat lokal/adat) penerima pelepasan tersebut secara prosedur dibolehkan melakukan deforestasi, dan justru mereka akan disalahkan bila tidak membangun kebun sawit di area tersebut, fenomena ini pada dasarnya menunjukkan bahwa pemerintah sedang merencanakan deforestasi di Tanah Papua.

  • Tantangan & Proyeksi Model Koordinasi Antar Lembaga dalam Proses Penegakan Hukum Di Sektor Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup (2020)

    Kerjasama antar lembaga dalam rangka penegakan hukum bukanlah hal yang baru di Indonesia. Tingginya permasalahan yang bersifat lintas sektoral serta adanya tumpang tindih kewenangan antar lembaga, membuat kerjasama menjadi sebuah keniscayaan. Hal mana ditujukan untuk meningkatkan output penegakan hukum dengan pendekatan yang lebih efektif. Dengan demikian, kerjasama antar lembaga sudah seharusnya menitikberatkan pada akselerasi proses tanpa birokrasi yang berbelit-belit. Tidak hanya itu, aspek sinergi dan kerja sama antar instansi menjadi faktor kunci untuk mendorong upaya penegakan hukum dapat berjalan lebih optimal. Hal ini mengingat sekalipun masing-masing K/L berdiri sendiri dan menjalankan kegiatannya sesuai prosedur lembaga masing-masing, tetapi sesungguhnya setiap kerja-kerja K/L memiliki keterkaitan satu sama lain.

  • Pemetaan Kondisi dan Kebutuhan Pelatihan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Sektor Sumber Daya Alam (2020)

    Artikel ini memaparkan hasil kajian terhadap perlunya pendekatan baru dalam peningkatan kapasitas penyidik pengawai negeri sipil (PPNS) di sektor sumber daya alam. Fokus kajian ini adalah tiga hal: kelembagaan atau pengorganisasian PPNS; keterampilan dan pengetahuan PPNS; dan tangangan dan keberhasilan PPNS dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

  • Mesin Uang Makau - dugaan pengalihan keuntungan dan kebocoran pajak pada ekspor pulp Indonesia (2020)

    Dengan menganalisis ketimpangan data perdagangan dan laporan Toba Pulp Lestari berikut afiliasinya, laporan ini mengestimasi dugaan pengaturan pengalihan keuntungan TPL yang berakibat lebih rendahnya pencatatan penerimaan perusahaan di Indonesia sebesar Rp 4,23 triliun sepanjang 2007–2016. Laporan ini juga menunjukkan bahwa pada 2016–2018 APRIL patut diduga melakukan praktik pengalihan keuntungan serupa TPL yang diperkirakan berakibat lebih rendahnya pencatatan penerimaan perusahaan itu di Indonesia sebesar Rp 3,35 triliun.

  • Membabat Hutan Tanpa Henti: Hubungan dengan PT Adindo Hutani Lestari mencederai komitmen nol-deforestasi APRIL Grup (2020)

    Sejak 3 Juni 2015 (tanggal komitmen “nol deforestasi” APRIL mulai berlaku) sampai 31 Augustus 2020 diperkirakan 7.291 hektare hutan alam telah dimusnahkan di dalam areal konsesi Adindo. Sekitar 52% di antaranya terjadi di lokasi yang telah ditetapkan sebagai areal Nilai Konservasi Tinggi (NKT) dalam penilaian yang ditugaskan oleh Adindo dan diedarkan oleh Grup APRIL. Lebih dari 50% deforestasi tersebut juga terdeteksi di lahan gambut yang kaya akan karbon dan dilindungi oleh peraturan perundangan Indonesia.

  • Kapasitas dan Kelembagaan dalam Penangan Perkara Tindak Pidana Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup di Kejakasaan Republik Indonesia (2020)

    Penegakan hukum mempunyai fungsi vital dalam konteks penyelamatan sumber daya alam. Kejaksaan memainkan peran penting. Untuk itu dibutuhkan kemampuan menganalisis sejauh mana sumber daya manusia dan kompetensi yang dimilikinya dalam menangani kasus-kasus di sektor sumber daya alam. Peningkatan kompetensi menjadi hal yang tak terhindarkan. Prasyaratnya adalah adanya kajian komprehensif yang dapat membaca dan memetakan kebutuhan internal kejaksaan dalam peningkatan sumber daya manusianya. Maka disusunlah Training Needs Assessment ini.

  • Protokol Keamanan Environmental Defenders (2020)

    Pembela lingkungan (Environmental Defender) sebagai bagian dari pekerja hak asasi manusia tidak jarang mendapat tindakan kekerasan dan penyiksaan; seringkali berujung pada kematian. Kriminalisasi kerap menjadi modus, baik oleh aparatur negara maupun aktor lainnya. Untuk itu, perlu disusun langkah-langkah strategis untuk memastikan keselamatan dan keamanan bagi Environmental Defender dalam melaksanakan kerja-kerja pembelaan terhadap lingkungan hidup.

  • Tata Kelola Sumber Daya Alam di Sulawesi Tengah: Pengalaman Industri Berbasis Nikel di Morowali (2020)

    Dalam artikel ini tata kelola dilihat sebagai cara pasar bekerja. Morowali, Sulawesi Tengah, dijadikan contoh kasus karena mewakili perubahan-perubahan mendasar dalam kebijakan pengelolaan sumber daya alam, khususnya mineral, pasca-reformasi. Di Morowali, karena keharusan hilirisasi pertambangan yang ditekankan oleh Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara, terjadi penyatuan kegiatan pertambangan nikel dengan pusaran kapitalisme global. Motornya adalah modal raksasa dari Tiongkok.

  • Tata Kelola Sumber Daya Alam dalam Mekanisme Transmisi Fenomena Natural Resource Curse di Kalimantan Timur (2020)

    Provinsi Kalimantan Timur merupakan salah satu Provinsi yang perekonomiannya bergantung pada sumber daya alam, terutama sektor pertambangan. Selain besarnya sumbangsih sektor pertambangan pada penerimaan pemerintah daerah dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi, Kalimantan Timur juga merupakan penyumbang terbesar PDB sektor pertambangan dan penggalian nasional.

  • Politik Tata Ruang dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Sulawesi Tengah (2020)

    Artikel ini membahas pengaturan ruang dan pengelolaan sumber daya alam di Sulawesi Tengah. Ada tiga aspek yang menjadi fokus: kondisi tata ruang dan sumber daya alam; kebijakan pemanfaatan ruang dan pengelolaan sumber daya alam; dan penjelasan tentang aktor dan ranah pemanfaatan ruang.

  • Problematika Tata Kelola Sumber Daya Alam dan Tantangan Penegakan Hukum Sektor Sumber Daya Alam Di Kalimantan Selatan (2020)

    Ada tiga persoalan dalam tata kelola sumber daya alam, terutama tambang, di Kalimantan Selatan yang berimplikasi terhadap lingkungan: ketidakjelasan aturan dan bersifat sektoral, adanya relasi antara pemodal dan politikus dalam pemilu daerah, dan kurangnya pengawasan Penegakan hukum adalah kunci untuk menghadapi tantangan dalam mendorong tata kelola yang baik.

  • Kepemilikan dan dominasi korporasi pada rantai pasok minyak kelapa sawit di Indonesia (2020)

    Sekelompok korporasi mendominasi kapasitas ekspor dan pengilangan dalam rantai pasok minyak kelapa sawit di Indonesia. Menggunakan informasi mengenai kapasitas dan kepemilikan untuk perkebunan, pabrik pengolahan, kilang, dan ekspor, laporan ini menganalisis konsentrasi pasar di setiap tahap rantai pasok agar lebih memahami operasi dan dominasi kelompok korporasi. Juga menjajaki jangkauan integrasi vertikal dalam rantai pasok minyak kelapa sawit Indonesia, yaitu kepemilikan aset pada tahapan yang berbeda oleh suatu perusahaan.

  • Curang di Lubang Tambang: Kerentanan Korupsi Jaminan Reklamasi dan Pascatambang (2020)

    Laporan ini memetakan kerentanan korupsi dalam kebijakan penempatan dana jaminan reklamasi dan pascatambang, dengan memperhatikan faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya korupsi dalam berbagai ketentuan dan peraturan perundangan. Analisis dilakukan dengan memeriksa peluang korupsi terhadap alur bisnis proses jaminan reklamasi mulai dari perencanaan, proses penempatan dana jaminan, pelaksanaan reklamasi dan pascatambang, hingga pencairan dana.

  • Korupsi dan Fenomena Dinasti Politik di Kalimantan Timur (2020)

    Dalam satu dasawarsa terakhir, dinasti politik di Kalimantan Timur berkembang cukup signifikan. Ada lima faktor pendorongnya: kelembagaan yang tidak demokratis; minimnya kapasitas partai politik dalam membangun kemandirian keuangan; regulasi yang memungkinkan konsolidasi dinasti politik; kesadaran politik rakyat yang masih rendah; kuatnya budaya feodal dalam masyarakat.

  • Pertanggungjawaban Korporasi di Sektor Sumber Daya Alam: Sebuah Tinjauan (2020)

    Memperhatikan rumusan norma yang berkaitan dengan kejahatan korporasi dalam lima undang-undang, terdapat pengaturan yang berbeda antara undang-undang yang satu dengan undang-undang yang lain mengenai satu hal: korporasi sebagai subyek delik dalam tindak pidana sumber daya alam.

  • Bank Dan Investor Bakar Uang Di Energi Kotor (2020)

    Banyak negara, termasuk Indonesia, menyatakan akan beralih menggunakan energi terbarukan. Namun dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, 2017-2019, pembiayaan untuk rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara secara global, ternyata terus meningkat. Terdapat dana sebesar Rp 10.477 triliun digelontorkan untuk pembangunan PLTU secara global. Hampir setengahnya berada di Asia.

  • Implikasi Ketidakpastian Hukum Tata Kelola Perizinan Sektor Pertambangan Batubara terhadap Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup: Studi Kasus Kalimantan Timur Kertas Kerja (2020)

    Sebagai daerah penghasil batu bara yang signifikan, Kalimantan Timur mengalokasikan lebih dari lima juta hektare untuk pertambangan batu bara—atau 40,3 persen dari wilayah provinsi. Dengan luas sebesar itu sektor pertambangan ini membutuhkan tata kelola perizinan yang baik agar pemanfaatan sumber daya alam yang ada bisa berkelanjutan.

  • Korupsi dan Corporate Criminal di Sektor Sumber Daya Alam (2020)

    Kajian dalam kertas kerja ini mencoba melihat perkembangan pengaturan teori pertanggungjawaban korporasi di sektor sumber daya alam di Indonesia dalam sejumlah undang-undang, peraturan Mahkamah Agung, peraturan Jaksa Agung, dan yurisprudensi. Kajian menemukan pengaturan pertanggungjawaban itu sudah memadai. Meski demikian, penggunaan hukum pidana dalam pertanggungjawaban korporasi sumber daya alam mestinya diletakkan sebagai upaya terakhir setelah sanksi administrasi diterapkan karena memiliki dampak terhadap ekonomi nasional.

  • Gajah di Pelupuk Mata: Produksi Pulp, Lahan Gambut, dan Risiko Kebakaran Di Masa Depan Di Indonesia (2019)

    Pada 2019, kebakaran hutan dan lahan di Indonesia telah membakar lebih dari 850.000 hektar, menimbulkan risiko kesehatan bagi jutaan di seluruh wilayah, dan melepaskan sekitar 708 juta ton emisi karbon dioksida. Lebih dari 40,000 titik panas telah terdeteksi di dalam wilayah konsesi HTI. Dari 8 konsesi HTI terparah, 60% titik panas terjadi di lahan gambut. Sayangnya pemerintah Indonesia malah mengeluarkan kebijakan yang mengurangi perlindungan pada lahan gambut dalam lahan konsesi HTI. Kebijakan ini membuka ruang terjadinya kebakaran hutan dan lahan di masa mendatang. Hingga Oktober 2019, hampir 50% titik panas dalam delapan konsesi HTI yang mengalami kebakaran terparah terjadi di lokasi yang sebelumnya ditetapkan oleh KLHK sebagai zona Fungsi Lindung Ekosistem Gambut.

  • Penghancuran Hutan Kalimantan Grup April dan APP Tetap Memasok Kayu dari Sumber Kontroversial yang Dimiliki Grup Djarum pada 2018 (2019)

    An update for a previous report (August 2018) about deforestation in East Kalimantan on Djarum Group concessions, this report identified that APRIL and APP continued to source wood from a supplier that violated their respective no-deforestation commitments, as the government reports record wood shipments from PT Fajar Surya Swadaya’s plantations of Djarum Grup to APRIL and APP affiliated mills in 2017 and 2018.

  • Perlindungan Gambut Bukan Alasan Untuk Menghabiskan Hutan Alam Tersisa: Kebijakan Land Swap Berpotensi Deforestasi Dari Aceh Hingga Papua (2019)

    Pemerintah Indonesia tampaknya sedang merencanakan deforestasi (planned deforestation) dengan mengatasnamakan perlindungan gambut. Hal ini terlihat setelah Koalisi Anti Mafia Hutan menganalisis spasial alokasi lahan usaha pengganti (land swap) yang dipublikasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

  • Pengakuan APP/Sinarmas mengenai keterhubungannya dengan perusahaan-perusahaan bermasalah (2019)

    Tujuh fakta yang (malah) terungkap melalui laporan Asia Pulp & Paper

  • Mengundang Bencana Kebakaran Datang Lagi? Tidak Transparannya KLHK dan Perusahaan HTI Perihal Rencana Restorasi Gambut (2019)

    Melalui berita media, disebutkan bahwa sampai dengan 2 Februari 2018 setidaknya 45 perusahaan HTI telah menyampaikan revisi rencana kerja terkait pengelolaan gambut dalam konsesinya kepada KLHK. Namun lebih dari setahun kemudian, masih belum muncul ke publik daftar perusahaan tersebut, apalagi rincian perubahan rencana kerjanya. Tidak transparannya proses dan dokumen revisi rencana kerja ini mengakibatkan rencana pemulihan ekosistem gambut di area izin HTI pun tertutup bagi publik.

  • COALRUPTION: Elite Politik dalam Pusaran Bisnis Batu bara (2018)

    Meskipun Joko Widodo telah menyatakan secara terbuka bahwa “tanpa pengelolaan yang benar, cadangan batubara Indonesia hanya dapat bertahan selama 83 tahun ke depan” dan “kita harus menuntut penggunaan sumber daya secara bertanggung jawab”, aksi politik dan kebijakannya tidak menunjukkan adanya perubahan dari sikap business as usual. Korupsi politik dalam pertambangan batubara sangat luas dan dampaknya terhadap komunitas, lingkungan dan perekonomian sepatutnya menimbulkan kekhawatiran. Namun, tidak akan ada perubahan yang signifikan jika lembaga pemerintah antikorupsi, seperti KPK dan Ombudsman, LSM antikorupsi serta masa media tidak bekerja sama untuk mengungkapkan dan mengambil tindakan melawan korupsi dalam bisnis pertambangan batubara.

  • Beli Kayu Deforestasi Djarum Group di Kalimantan Timur, APP dan APRIL Langgar Komitmen Zero Deforestation (2018)

    Asia Pulp & Paper (APP) dan Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL) masih membeli kayu dari perusahaan yang menebang hutan alam, sebagaimana terlihat dalam laporan realisasi pemenuhan bahan baku industri yang tercatat di sistem resmi pemerintah, atau biasa disebut Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) Online. Kedua grup ini pada tahun 2017 tercatat membeli kayu dari PT Fajar Surya Swadaya (FSS), salah satu konsesi Hutan Tanam Industri (HTI) di Kalimantan Timur, yang berdasarkan analisis citra satelit menebang habis hutan alam sekitar 20.000 hektar sejak tahun 2013. APP bahkan tercatat juga membeli kayu dari PT Silva Rimba Lestari, konsesi HTI lainnya di Kalimantan Timur yang berdasarkan analisis citra satelit menebang habis hutan alam sekitar 12.000 hektar sejak 2013.

  • Pengakuan Setengah Hati: Sebuah Studi tentang Izin Pemanfaatan Kayu oleh Masyarakat Adat di Tanah Papua (2018)

    Laporan singkat ini memaparkan kondisi terkini kebijakan pengelolaan hutan bagi masyarakat adat di Papua. Laporan ini menelusuri persoalan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Masyarakat Hukum Adat (IUPHHK-MHA), sebagai titik tolak membicarakan lebih mendalam tarikmenarik kepentingan dalam pengelolaan hutan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Papua. Adanya tarik-menarik kepentingan ini terlihat dalam implementasi sejumlah peraturan perundang-undangan terkait hutan dan masyarakat adat.

  • Tapi, Buka Dulu Topengmu: Analisis Struktur Kepemilikan dan Kepengurusan Perusahaan Pemasok Kayu Asia Pulp & Paper (APP) di Indonesia (2018)

    Laporan ini menganalisis struktur kepemilikan dan kepengurusan 33 perusahaan pemasok bahan baku kayu (pulpwood suppliers) APP di Indonesia sebagaimana diumumkannya – yang seluruhnya menguasai 2,6 juta hektar areal konsesi HTI – ditambah dengan dua (2) perusahaan yang dinyatakan APP sebagai pemasok prospektif. Analisis didasarkan pada telaah terhadap profil 78 perusahaan terkait yang tersedia bagi publik. Dari 27 perusahaan (pemegang 31 izin HTI) yang dinyatakan oleh APP sebagai pemasok “independen”, setidaknya 24 perusahaan (pemegang 29 izin HTI) terindikasi mempunyai keterkaitan dengan Sinar Mas Grup. Ke-24 perusahaan ini terdaftar berkantor di tempat yang sama dengan Kantor Pusat Sinar Mas Group.

  • Kebijakan Land Swap: Setengah Hati Perlindungan Gambut dan Hutan Alam Indonesia (2018)

    Langkah tegas Pemerintah Indonesia untuk melindungi dan memulihkan lahan gambut patut didukung, termasuk di antaranya kebijakan pelarangan pembukaan atau eksploitasi lahan gambut oleh perusahaan hutan tanaman industri (HTI). Setidaknya 16% atau setara dengan 2,1 juta hektar dari 12,9 juta hektar total luasan, telah ditetapkan pemerintah sebagai daerah prioritas restorasi gambut.

  • Pelaksanaan FCP oleh APP Masih Belum Memadai (2018)

    Menandai peringatan 5 tahun Asia Pulp and Paper (APP) menyatakan komitmen Forest Conservation Policy (FCP), kelompok-kelompok masyarakat sipil menyampaikan pernyataan bersama bahwasanya APP belum berada pada jalur yang tepat dan kemajuan pelaksanaan komitmen tersebut belum memadai.

  • Untung Pribadi, Resiko Publik: Risiko Jaminan Pemerintah Terhadap Proyek PLTU Di Indonesia (2017)

    All of the guarantee and credit enhancement programs provide a substantial subsidy to the coal projects they cover, while shifting the financial risks to the guarantor. These risks are ultimately borne by the Indonesian government, taxpayer, and ratepayer. As described in this analysis, the risk of providing guarantees is amplified when there are many overlapping guarantees, as there are for coal-fired power plants.

  • OKI Mill: Akankah Asia Pulp & Paper mengingkari komitmen “zero deforestation”? (2015)

    Analisis dalam laporan ini menyajikan ketidakcukupan hutan tananaman dalam konsesi Sinar Mas/APP di Sumatera Selatan menopang kebutuhan pabrik OKI pada berbagai skenario kapasitas produksi pulp, baik 2,0 juta, 2,8 juta, atau 3,2 juta ton/tahun. Lantas, akankah Asia Pulp & Paper mengingkari komitmen nol-deforestasi-nya?

  • Kesenjangan Persediaan Kayu Legal Dan Implikasinya Terhadap Peningkatan Kapasitas Industri Kehutanan Di Indonesia: Sebuah Kajian Peta Jalan Revitalisasi Industri Kehutanan, Fase 1 (2015)

    Analisis dalam laporan ini – yang bergantung hanya pada data dari pemerintah dan industri kehutanan – mengindikasikan bahwa perusahaan berskala besar mengkonsumsi lebih banyak kayu daripada jumlah produksi kayu legal yang dilaporkan oleh Kementerian Kehutanan. Pada tahun 2014, kelebihan konsumsi ini mencapai 30%. Ada indikasi kuat bahwa kesenjangan persediaan tersebut akan dipenuhi dari sumber-sumber yang tidak sah.

  • Cacat SVLK: Catatan Kritis Koalisi LSM Terhadap Legalitas dan Kelestarian Hutan Indonesia: Studi Independen Terhadap Sertifikasi SVLK (2014)

    Laporan ini mempelajari 183 perusahaan perkayuan yang telah mendapatkan sertifikat SVLK di seluruh Indonesia. Ditemukan bahwa sertifikasi SVLK tidak menjamin pengecualian produk kayu yang berasal dari: perizinan yang diperoleh melalui praktek korupsi, pembersihan area hutan alami milik penduduk asli, habitat satwa yang dilindungi, penurunan kadar air lahan gambut yang menyebabkan lepasnya emisi gas rumah kaca ke udara.