Logo

EN | ID

Kebijakan subsidi biodiesel Indonesia minim transparansi, keberadaan PEP di korporasi melanggengkannya?

Auriga Nusantara dan Satya Bumi dalam Koalisi Transisi Bersih mengidentifikasi pejabat atau bekas penyelenggara negara duduk di eksekutif perusahaan biodiesel.

Sungguh aneh kebijakan industri biodiesel Indonesia. Sebab, hanya segelintir korporasi yang mendapatkan keuntungannya. Kebijakannya pun tak transparan. Alhasil, masyarakat sipil dan akademisi keras memprotesnya. KPK juga pernah mengkaji terkait fenomena ini. Namun pemerintah bergeming. Apakah keberadaan politically exposed person (PEP) di tubuh korporasi-korporasi tersebut yang melanggengkannya?

Sejak dicanangkan tahun 2008, Program Mandatori Biodiesel yang diusung pemerintah sebagai salah satu upaya menjaga keamanan pasokan energi nasional) minim transparansi. Hingga saat ini, proses penunjukkan produsen biodiesel berkesan formalitas. Hanya dibuktikan melalui kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan biodiesel yang ditargetkan. Proses penunjukan maupun realisasi kebijakan biodiesel pun minim publikasi dari pemerintah.

Padahal, diperkirakan anggaran sebesar Rp179 triliun sejak 2015 hingga 2023 telah disalurkan bagi perusahaan biodiesel. Koalisi Transisi Bersih mengidentifikasi para pejabat penyelenggara negara atau bekas penyelenggara negara beserta keluarganya, duduk sebagai eksekutif perusahaan yang terhubung ke perusahaan biodiesel. Sebagai penyelenggara negara yang memiliki pengaruh tertentu, bahkan jika jabatan tersebut tak lagi diduduki, potensi penyalahgunaan kekuasaan masih terbuka. Banyak nama yang ditemukan sebagai politically exposed person (PEP) dalam kajian ini.

Melalui Policy Brief: Politically Exposed Person (PEP) Dalam Jejaring Biodiesel Indonesia, disebutkan dana tersebut disalurkan kepada 29 perusahaan produsen biodiesel yang terbagi dalam 15 kelompok korporasi. Lima grup di antaranya adalah Wilmar (Rp56,6 triliun), Musim Mas (Rp26,5 triliun), Royal Golden Eagle (Rp21,3 triliun), Permata Hijau (Rp14,9 triliun), dan Sinar Mas (Rp14 triliun) mendapat bagian paling besar.

Hal lain yang perlu mendapat sorotan adalah tidak adanya peraturan yang mengatur tentang PEP menjadikan keberadaan PEP dalam struktur perusahaan sebagai hal lumrah. Namun membuat peluang penyalahgunaan kekuasaan menjadi terbuka lebar. Sehingga pengungkapan PEP menjadi hal yang vital sebagai kontrol terhadap individu maupun perusahaan yang terafiliasi.

Dari analisis yang dilakukan, pemilik manfaat dan/atau pengurus perusahaan di 3 dari 12 grup usaha yang menerima subsidi biodiesel tahun 2023, teridentifikasi sebagai PEP. Terbanyak ditemukan pada Jhonlin Group (9 orang), Sinar Mas (5 orang), dan Wilmar (4 orang). Bahkan, 5 orang PEP merupakan bagian dari Tim Pemenangan atau Tim Sukses dalam pemilihan presiden pada 2019 dan 2024 (selengkapnya baca hasil kajian).

 

Rekomendasi

  1. Pengkajian ulang subsidi biodiesel perlu dilakukan dengan mengikutsertakan rantai pasok sawit dalam pembagian dana tersebut. Pasalnya, pasca kehilangan pasar ekspor akibat penerapan kebijakan anti dumping dari Uni Eropa, pemerintah memberikan dana subsidi bagi pengusaha biodiesel pada 2015.
  2. Pemerintah perlu membuat aturan mengenai PEP secara komprehensif. Definisi terkait PEP dan waktu jeda bagi pejabat publik dapat menjabat di perusahaan swasta juga perlu dibuat.
  3. Pihak korporasi wajib mendeklarasikan PEP, jika terdapat pejabat/mantan pejabat/keluarga pejabat yang terafiliasi dengan perusahaannya (baik pemegang saham, pengurus perusahaan, maupun pemilik manfaat). Sebagai bentuk transparansi dan meminimalisir penyalahgunaan kekuasaaan.

  • Politically Exposed Person didefinisikan oleh Financial Action Task Force (FATF) sebagai seseorang yang sedang atau telah diberikan kepercayaan atas fungsi publik. Fungsi publik tersebut dapat mencakup kepala negara, politisi senior, pejabat senior pemerintah, yudisial atau militer, eksekutif senior BUMN, pejabat penting partai. Karena posisi dan pengaruh yang mereka miliki, PEP berada pada posisi yang berpotensi disalahgunakan untuk tujuan melakukan tindak pidana pencucian uang, dan tindak pidana terkait lainnya seperti korupsi dan penyuapan, serta melakukan kegiatan yang terkait dengan pendanaan terorisme.

  • Dana subsidi sepanjang 2015-2023 senilai Rp179 triliun digelontorkan untuk menyokong pemenuhan biodiesel. Dana tersebut berasal dari pungutan ekspor Crude Palm Oil (CPO). Sementara pungutan ekspor berasal dari pabrik sawit di sektor hulu, sebesar 71% dana yang dikumpulkan tersebut diberikan bagi biodiesel yang merupakan industri hilir.

Narahubung