Panduan baru merintis gugatan hukum bagi perlindungan satwa liar
Memaksimalkan penegakan hukum agar melindungi spesies terancam punah. Menuntut pertanggungjawaban pelaku perdagangan satwa liar atas kerusakan yang terjadi
Rilis bersama Lancaster Environment Centre Universitas Lancaster, Pusat Penelitian Biologi LIPI, The Environmental Law Institute (ELI), dan Auriga Nusantara
Jakarta (Indonesia), Lancaster (Inggris), dan Washington DC (Amerika Serikat), 20 April 2021—Inisiatif pertama ini menunjukkan bagaimana Undang Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) dapat membantu melindungi spesies terancam, termasuk dari perdagangan ilegal satwa liar.
Tim gabungan yang terdiri dari ilmuwan, pengacara, dan ekonom internasional mengusulkan penggunaan gugatan perdata untuk pertanggungjawaban lingkungan dalam penanganan perdagangan ilegal satwa liar (illegal wildlife trade – IWT). Metode ini dapat menuntut pertanggungjawaban pelaku perdagangan satwa liar atas kerusakan yang mereka perbuat—tidak hanya pada tumbuhan dan satwa, tetapi juga dampak berjenjang terhadap keberlangsungan spesies, ekosistem, dan kesejahteraan manusia.
Setelah sebelumnya menerbitkan risalah ringkas, kolaborasi ini menerbitkan panduan mengajukan gugatan berjudul Pertanggungjawaban Perdata Perusakan Spesies Dilindungi: Panduan Mengajukan Gugatan di Indonesia, dan situs www.conservation-litigation.org, yang menjelaskan bagaimana inovasi litigasi berbasis sains dapat menjadi harapan baru bagi satwa terancam. Panduan ini disertai dengan film animasi pendek, Pongo the Stolen Orangutan: How Law Can Heal, yang mengisahkan penangkapan ilegal orangutan, serta bagaimana gugatan konservasi dapat membantu memperbaiki kerugian akibat perdagangan ilegal tersebut.
“Hukuman bui dan denda digunakan di seluruh dunia sebagai sanksi kejahatan satwa liar, itu tidak banyak membantu pemulihan keanekaragaman hayati,” kata Dr. Jacob Phelps, penulis utama panduan yang berbasis di Lancaster Environment Centre.
“Sudah waktunya berhenti berfokus pada sanksi semata, dan mulai memperbanyak upaya pemulihan kerusakan akibat kejahatan terhadap satwa liar. Ini peluang penting untuk dunia konservasi,” jelasnya.
Panduan baru ini menyediakan metode pengembangan gugatan dalam kasus satwa liar, yang bertujuan untuk memerintahkan pelaku bertanggungjawab dengan cara seperti melakukan konservasi spesies, permintaan maaf publik, rehabilitasi hewan, dan pendidikan lingkungan.
“Dari perspektif ilmu konservasi, tindakan seperti ini dibutuhkan untuk merespon perdagangan ilegal satwa liar, tetapi masih jarang dilakukan,” kata Dr. Taufiq Purna Nugaha dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Saat ini tim, yang terdiri dari ilmuwan konservasi, pengacara, ekonom, dan seniman dari Inggris, Indonesia, Amerika Serikat, Brazil, Israel, Spanyol, dan India, sedang bersiap bekerja dengan para konservasionis untuk memastikan panduan tersebut mengarah pada terwujudnya aksi konservasi di lapangan.
Banyak negara di seluruh dunia mengatur pemberlakuan bentuk gugatan ini. Namun, saat ini belum banyak dilakukan, maupun digunakan untuk mengatasi persoalan utama dari perdagangan ilegal satwa liar.
Praktisi sering kali tidak terbiasa dengan cara menggunakan undang-undang ini. “Indonesia telah mulai menggunakan gugatan perdata terhadap perusahaan pertanian yang secara ilegal membuka hutan dengan memulai kebakaran,” kata Roni Saputra, pengacara dari Auriga Nusantara.
“Namun, ini masih merupakan pendekatan baru, dan belum banyak digunakan untuk melindungi spesies yang terancam punah. Pengacara, ilmuwan, konservasionis, dan hakim belum pernah melihat kasus seperti ini,” tambahnya.
Dr. Carol Adaire Jones, cendekiawan di Environmental Law Institute, menambahkan, “Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup lingkungan penting untuk menangani polusi skala besar di banyak negara, dimana pengadilan memerintahkan pelaku untuk memperbaiki pencemaran, memulihkan sumber daya yang rusak, dan mengganti kerugian. Panduan ini menjelaskan bagaimana metode serupa dapat digunakan untuk memulihkan kerugian dari perdagangan ilegal satwa liar," jelasnya.
“Saatnya merintis strategi konservasi baru,” kata Dr. Phelps. “Jaringan kami siap untuk berkolaborasi bersama untuk mengajukan tuntutan hukum terhadap penjahat satwa liar tingkat tinggi.”
Kunjungi www.conservation-litigation.org untuk informasi lebih lanjut. Proyek ini dilaksanakan dengan dukungan pendanaan utama dari Pemerintah Inggris melalui Illegal Wildlife Trade Challenge Fund.
Narahubung:
- UK: Dr. Jacob Phelps (jacob.phelps@gmail.com)
- Indonesia: Rika Fajrini (rika.fajrini@gmail.com) dan Roni Saputra (roni@auriga.or.id)
- USA: Dr. Carol Adaire Jones (jones@eli.org)
- Brazil: Isabella Dabrowski Pedrini (isabella.dabrowski@gmail.com)
- Mainland Europe: Maribel Rodriguez (rodriguez.maribel@gmail.com)
- Israel: Amir Sokolowski (amir.sokolowski@gmail.com)