Logo

EN | ID

Kritis, Badak Jawa Perlu Intervensi Strategis Namun Efektif

Seluruh pihak harus mendorong KLHK untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terkait upaya konservasi badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon

Jakarta, 11 April 2023—Delapan belas badak jawa (Rhinoceros sondaicus sondaicus) menghilang di Ujung Kulon sejak 2019, dan tiga di antaranya ditemukan mati. Perburuan satwa, termasuk yang mengarah ke badak jawa, tampaknya sedang menggila di Taman Nasional Ujung Kulon, satu-satunya habitat tersisa badak jawa saat ini.

Tak hanya itu, sederet temuan investigatif Auriga Nusantara menunjukkan krisis sedang menimpa badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon. Tak hanya perihal teknis konservasinya yang menyimpang, namun juga kelembagaan dan penganggaran Taman Nasional Ujung Kulon yang perlu perbaikan mendasar. Temuan-temuan tersebut di antaranya:

  1. Indikasi meningkatnya perburuan satwa di Taman Nasional Ujung Kulon

    Memunahnya badak sumatera di Lampung patut diwaspadai menjadikan para pemburu badak mengarah ke Ujung Kulon yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan Lampung. Adanya (i) lubang di tengkorak kepala badak jantan Samson yang ditemukan mati pada 2018; (ii) jerat yang ditengarai mengarah ke badak atau setidaknya mamalia besar; serta tingginya penerobos ilegal, termasuk bersenjata api, menjadi petunjuk meningginya perburuan satwa di Taman Nasional Ujung Kulon.

    Aktivitas ilegal terekam kamera di sekitar habitat badak jawa dalam Taman Nasional Ujung Kulon 2021-2022. Terlihat bahwa orang-orang yang masuk secara ilegal menjangkau seluruh habitat badak, yakni Semenanjung Ujung Kulon, yang letaknya di sebelah barat JRSCA. Bahkan, terlihat juga bahwa di antara mereka ada yang membawa senjata api. JRSCA–yang juga dimasuki secara ilegal–tidak termasuk sebagai habitat badak eksisting di Taman Nasional Ujung Kulon. | Sumber: ISTIMEWA

  2. Indikasi penurunan populasi badak jawa di Ujung Kulon

    Sejak 2020 kamera deteksi (camera trap) hanya merekam kurang dari 60 individu badak jawa di Ujung Kulon (padahal pada 2018 terekam 63 individu). Meski rekaman kamera menurun, namun Balai Taman Nasional Ujung Kulon atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan justru mengumumkan jumlah populasi yang selalu meningkat. Demikian juga atas tidak terekamnya 18 individu badak sejak 2019, tidak secuil pun informasi mengenai hal ini diumumkan ke publik.

    Dinamika populasi badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon sejak 2011. Badak terekam kamera di Ujung Kulon vs angka populasi yang diumumkan Balai Taman Nasional Ujung Kulon atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dalam 4 tahun terakhir, meski rekaman kamera selalu lebih kecil dari rekaman 2018 namun Balai Taman Nasional Ujung Kulon atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan selalu menyampaikan angka populasi yang meningkat. | Sumber: ISTIMEWA

     

  3. Rentetan kematian badak jawa tidak pernah diusut tuntas

    Sejak 2012 terdapat setidaknya 11 kematian badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon. Tapi, hanya 3 yang diumumkan Balai Taman Nasional Ujung Kulon atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tingginya tingkat kematian tak wajar badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon semestinya menjadi perhatian serius. Pada Februari 1982, misalnya, terdapat 5 kematian badak jawa yang diduga disebabkan oleh antraks. Pada 2010, terdapat 3 kematian badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon yang mana pada serangga-serangga di sekitar titik kematian terdapat parasit darah Trypanosoma, jenis bakteri yang diduga menjadi penyebab kematian 5 badak sumatera di penangkaran di Malaysia dalam 18 hari pada 2003. Tidak diusut-tuntasnya penyebab setiap kematian ini adalah kesalahan fatal karena tidak menjadi pembelajaran untuk mencegah kematian tak wajar badak jawa.

    Rentetan kematian badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon sejak 2012. Banyaknya kematian betina dan anakan semestinya menjadi sinyal tanda bahaya bagi populasi badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon. | Sumber: ISTIMEWA

     


    Badak jantan Manggala yang ditemukan mati di Taman Nasional Ujung Kulon tahun 2019. Posisinya jelas mengindikasikan bahwa kematiannya bukan karena hal wajar oleh usia tua. Ditilik dari ukurannya, sebagaimana juga analisis rekaman kamera, badak ini masih berusia muda atau anakan. Sumber: KLHK (dalam Mongabay) 

  4. Salah arah pengelolaan Taman Nasional Ujung Kulon

    Alokasi anggaran Taman Nasional Ujung Kulon ternyata tidak diprioritaskan untuk teknis konservasi badak selama ini. Sementara, struktur dan penempatan pegawai pun tidak mencerminkan adanya prioritas terhadap kegiatan teknis konservasi badak. Pada beberapa tahun terakhir, Balai Taman Nasional Ujung Kulon menghabiskan energi pada pembangunan Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA), padahal area ini di luar habitat eksisting badak jawa dan tidak diperlukan bagi program penambahan habitat (second habitat atau second population).

    Alokasi anggaran Balai Taman Nasional Ujung Kulon 2019-2022. Hampir separuh anggaran ini diperuntukkan untuk pembangunan Javan Rhino Sanctuary and Conservation Area (JRSCA), padahal area tersebut bukan termasuk habitat badak eksisting. | Sumber: Laporan Kinerja Ditjen KSDAE (2019, 2022) dan Statistik Ditjen KSDAE (2020, 2021)

Temuan-temuan di atas harus menjadi pemicu evaluasi mendasar dan menyeluruh pada konservasi spesies di Taman Nasional Ujung Kulon. Karena itu, kami merekomendasikan serangkaian langkah berikut:

  1. Perbaikan secara menyeluruh proteksi badak jawa dan Taman Nasional Ujung Kulon.
    • Sistem pengamanan yang berlangsung selama ini semestinya diuji tuntas untuk mengetahui kinerja sekaligus mengidentifikasi hal-hal yang perlu diperbaiki.
    • Dialog dan konsultasi dengan pakar-pakar pengamanan kawasan dan spesies perlu dilakukan untuk mendapat masukan dan ide segar bagaimana sebaiknya memproteksi badak jawa dan Taman Nasional Ujung Kulon.
    • Memaksimalkan seluruh potensi yang ada, baik modal sosial maupun teknologi. Khusus mengenai teknologi, Balai Taman Nasional Ujung Kulon seyogianya mendayagunakan kamera deteksi (camera trap) sekaligus juga mengidentifikasi siapa saja yang memasuki habitat badak secara ilegal. Penggunaan kamera pemantau, seperti CCTV, dan/atau perangkat teknologi lainnya di titik-titik akses kawasan juga semestinya dilakukan.

  2. Balai Taman Nasional dan/atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menghitung populasi badak jawa sesuai standar akademik. Penentuan metodologi penghitungan semestinya didiskusikan secara akademik dan melibatkan pakar-pakar kredibel. Proses ini semestinya dipimpin oleh scientific authority atau dilakukan dengan melibatkan tim pakar yang kredibel, dan dalam situasi yang menjunjung kebebasan akademik.




  3. Evaluasi menyeluruh terhadap Balai Taman Nasional Ujung Kulon, baik secara kelembagaan, penganggaran, dan programatik.
    • Restrukturisasi Balai Taman Nasional Ujung Kulon sehingga terdapat unit yang dikhususkan mengurusi spesies yang sekaligus sebagai bagian dari insentif karir dan kesejahteraan.
    • Memastikan penganggaran yang bertumpu pada dan memprioritaskan konservasi badak jawa dan spesies flagship lainnya.
    • Secara konsisten dan berkesinambungan–dengan anggaran negara–melakukan aktivitas- aktivitas konservasi badak jawa yang dirumuskan secara  kolaboratif,  terutama  (i) pengelolaan populasi, (ii) pengelolaan habitat, (iii) proteksi, dan (iv) ko-eksistensi badak jawa dengan masyarakat setempat.
    • Membangun suasana yang kondusif bagi pelibatan dan penggalangan konservasionis

  4. Melaksanakan secara sungguh-sungguh program penambahan habitat (second population atau second habitat) badak jawa, yang secara berurut sebagai berikut: (i) penunjukan area penambahan habitat, (ii) pembangunan temporary facility di area yang ditunjuk, (iii) pemilihan individu badak jawa (di TNUK) yang akan dipindah, (iv) translokasi badak jawa terpilih ke temporary facility di habitat tujuan, (v) analisis dan habituasi badak jawa di temporary facility, hingga (vi) secara bertahap melepas badak jawa dari temporary facility ke hutan alam di sekitarnya, dan (vii) monitoring populasinya di habitat baru

  5. Mendorong dan membuka ruang terhadap riset-riset badak jawa, termasuk penelitian potensi penyakit dan investigasi forensik terhadap setiap kematian tak wajar badak jawa.


Lebih jauh mengenai temuan dan rekomendasi di atas dapat dilihat pada laporan berjudul Badak Jawa di Ujung Tanduk: Langkah mundur konservasi di Ujung Kulon yang dirilis melalui konferensi pers di kanal youtube Auriga Nusantara.


Narahubung:
Riszki Is Hardianto (Auriga Nusantara): riszkiis@auriga.or.id